Hashim Djojohadikusumo : Pembelaan Seorang Adik



                                         Nomor 52/IV, 14 November 1998
 http://statik.tempo.co/data/2012/08/25/id_136658/136658_620.jpg

                                                                        
Hashim Djojohadikusumo meluruskan peran sang kakak dalam pertemuan di Markas Kostrad, 14 Mei lalu
   BERIKUT ringkasan penuturan Hashim Djojohadikusumo, adik bekas Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Letnan Jenderal Prabowo Subianto, di depan wartawan, seputar pertemuan 14 Mei lalu di Markas Kostrad (Makostrad) yang dilansir laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Rabu malam pekan lalu. Hashim didampingi Janus Hutapea (juru bicara perusahaan milik Hashim), serta Fadli Zon dan Farid Prawiranegara.


  
   Sebagai adik kandung Prabowo, kala itu saya memberanikan diri datang ke Makostrad untuk mengetahui keadaan Ibu Kota yang begitu mencekam.
   Saya tiba setengah jam sebelum magrib, kira-kira pukul 17.30 waktu itu. Di sana saya ketemu kawan-kawan, seperti Pak Buyung (Pengacara Adnan Buyung Nasution - Red.), (Pengusaha) Setiawan Djody, dan (KetuaYLBHI) Bambang Widjojanto. Saya tanya, apa maksud mereka. Mau ketemu kakakmu, jawab mereka.
  
   Waktu itu, Prabowo dan Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mayor Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin bersama beberapa perwira tinggi sedang konvoi keliling kota. Satu jam kemudian, Panglima Kostrad dan Pangdam Jaya datang. Lalu Pangdam Jaya pergi ke kantornya, di Kantor Komando Garnisun Ibu Kota.
  
   Setelah bersalaman, Prabowo bertanya, apa maksud mereka. Kata mereka, ada beberapa hal yang ingin disampaikan. Pertemuan itu berlangsung kurang lebih satu setengah jam. Saya juga sempat dimaki-maki kakak saya karena ada hal yang saya sampaikan. Di depan 30 orang itu, saya dimaki-maki.
  
   Saya baca di beberapa media massa bahwa acara ini adalah prakarsa Prabowo. Setahu saya, pertemuan itu bukan atas prakarsa Prabowo, melainkan prakarsa Pak Buyung dan kawan-kawan, termasuk Setiawan Djody.
  
   Yang kami sesalkan, seperti terlihat di laporan akhir TGPF, Bab Vtentang Analisis, seolah-olah rapat itu adalah rapat tertutup dan
   menjadi bagian integral suatu persiapan makar. Artinya, saya, Farid, Fadli Zon, dan Pak Buyung adalah bagian dari makar.
  
   Saya ambil inisiatif acara ini, karena sudah muak dengan segudang
   fitnahan, tuduhan. Sesuai dengan ajaran agama kita, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan saya anggap ini fitnahan luar biasa.Sebagai adik kandung, tak rela kakak saya difitnah dengan cara demikian.
  
   Ada beberapa hal yang merupakan isi pembicaraan malam itu. Pertama,   tentang perkembangan terakhir situasi keamanan. Prabowo mengatakan bahwa situasi harus dikendalikan supaya tak menjurus pada tindakan sewenang-wenang. Walau bintang tiga, Prabowo tak bisa mengeluarkan pasukan. Semuanya ada di bawah kendali Pangkoops Jaya, Pak Sjafrie.
  
   Lalu kecaman terhadap kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Waktu itu,
   Prabowo langsung menjawab bahwa dia berani bersumpah di atas Al-Quran, dia tak pernah memerintahkan penembakan mahasiswa. Seingat saya, Prabowo juga mengecam itu dan akan segera mengusutnya, walau itu bukan bagian dari yurisdiksi Kostrad. Temuan itu harus segera diumumkan.
  
   Tentang pemerintahan Soeharto, secara kritis dan tajam, Pak Buyung menyampaikan keprihatinannya. Lainnya juga menyampaikan bahwa rakyat sudah tak lagi percaya kepada Soeharto. Mereka meminta supaya Pak Harto turun.
  
   Soalnya, di Kairo, Pak Harto bilang bersedia mundur bila rakyat
   menghendaki. Sebaiknya Pak Harto turun dengan hormat karena suasana sudah anarkis. Prabowo mengatakan, kalau memang rakyat sudah tak menghendaki, Pak Harto tak keberatan, asal konstitusional. Dia juga meyakinkan bahwa Pak Harto pasti akan turun, dan tak akan pakai kekuatan senjata.
  
   Setelah pertemuan, malam itu juga ada brifing dengan Panglima ABRI di Skogar. Saya tak ikut. Setelah itu, Prabowo ke Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang sedang sakit. Saya dengar, Gus Dur pingin ketemu dengan Prabowo, maka berangkatlah kakak saya pukul 01.00, 15 Mei. Apa isi pembicaraan mereka, tanya saja ke Gus Dur.




   Kalau saya lihat dalam laporan TGPF, yang mereka maksud itu adalah pertemuan yang saya hadiri itu. Laporan itu tak menyebut tanggal 12 atau 13 atau 15 Mei, tapi 14 Mei. Yang saya hadiri adalah pertemuan malam itu. Saya yakin tak ada yang lain. Saya sudah cek ke sekretaris pribadinya.
  
   Saya bertemu dengan kakak saya setiap hari dalam seminggu itu. Dan saya tahu bagaimana perasaan, concern, dan pusingnya beliau. Dia difitnah, anti-Kristen, anti-Cina, anti-Yahudi. Saya mau luruskan itu.Ibu kami adalah seorang Kristen. Separuh dari keluarga kami Kristen.
   Kakak saya sepanjang hidupnya merayakan Natal dengan keluarga.
   Rubbish! (Tuduhan) itu bohong semua, fitnah.
  
   Saya yakin seratus persen, dia tak terlibat gerakan-gerakan kerusuhan. Ada logika dalam pikiran saya yang mengatakan, dia tak terlibat. Dia patuh kepada kedua orangtua. Setiap kali ada ancaman fisik kepada keluarga, dia pasti mengirim pengawal. Waktu pemilihan umum lalu, rumah saya dijaga enam prajurit Komando Pasukan Khusus. Tapi waktu Kerusuhan Mei itu, rumah kami baru dijaga pada 16 Mei. Berarti, selama empat hari kami berada dalam kecemasan. Itu tanda objektif. Apalagi tampang saya mirip orang Cina.
  
   Sekarang Pak Prabowo sedang berobat di Eropa, Jerman. Dia mendapat izin dari Panglima ABRI. Dia kan sudah enam kali operasi militer, pernah luka dan sebagainya. Menyikapi segala tuduhan ke arahnya, dia sedih. Bagi dia, public relationship tak penting. Itu memang kelemahan kakak saya. Dia selalu bilang, saya bukan politikus, jadi untuk apa itu. Saya tahu, Tuhan Mahatahu tentang suatu kebenaran. Soal menuntut ke pengadilan, saya belum sejauh itu. Kalaupun menuntut, saya akan minta Pak Buyung dan rekan-rekan sebagai pengacara saya (sembari tertawa).
  
   GW dan A. Latief Siregar


sumber :


 http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/11/12/0016.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar