Senin, 07 April 2014 | 10:42 WIB
Ketua Umum dan Calon Presiden Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya di depan ribuan simpatisan saat Kampanye Nasional Partai Gerindra di Stadion 10 Nopember, Surabaya (5/4). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Washington – Dalam beberapa survei, nama Prabowo Subianto muncul sebagai calon yang kuat untuk pemilihan Presiden Indonesia pada Juli mendatang. Namun demikian, popularitas Prabowo tampaknya dipandang sebelah mata oleh Amerika Serikat.
Negeri Paman Sam menyayangkan pencalonan Prabowo sebagai Presiden RI periode 2014-2019 mengingat peran kemiliterannya dalam sejumlah kasus.
“Sensitivitas (terhadap Prabowo) berasal dari hubungan erat antara militer AS dan Indonesia selama kekejaman militer Indonesia terjadi,” kata Jeffrey Winters, seorang profesor ilmu politik di Universitas Northwestern, seperti dikutip dari New York Times, 26 Maret 2014.
Prabowo, yang merupakan lulusan dari program pelatihan militer di AS pada 1980, merupakan pengagum Amerika. Namun, selama bertahun-tahun, keinginannya untuk bertemu pejabat tinggi AS selalu mendapat penolakan.
AS memang telah lama memasukkan Prabowo ke dalam "daftar hitam" terkait dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya. Bahkan, Departemen Luar Negeri AS sempat menolak visa Prabowo yang kala itu ingin menghadiri wisuda anaknya di sebuah universitas di Boston.
Tak hanya mendapat reaksi dari AS, pencalonan Prabowo telah memicu suara keprihatinan yang mendalam di antara aktivis hak asasi di Indonesia dan luar negeri. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahkan merekomendasikan untuk dilakukan penuntutan terhadap Prabowo atas dugaan penculian aktivis pro-demokrasi pada akhir 1990-an, selama bulan-bulan terakhir pemerintah Suharto, yang saat itu menjadi mertuanya.
Berbagai tuduhan ditujukan kepada Prabowo. Beberapa kelompok hak asasi manusia menyerukan penyelidikan atas tuduhan bahwa ia memerintahkan pembantaian hampir 300 warga sipil di Timor Leste pada 1980-an, ketika ia masih menjadi seorang perwira muda. Namun, Prabowo dengan tegas membantah berada di tempat kejadian pembantaian atau memiliki keterlibatan di dalamnya.
Tuduhan lain menyatakan ia bertanggung jawab atas penculikan dan penyiksaan 23 aktivis pro-demokrasi pada tahun 1997 dan 1998 serta mendalangi kerusuhan Mei 1998 yang mengakibatkan 1000 kematian dan pemerkosaan terhadap setidaknya 168 wanita.
Seluruh tuduhan ini langsung dibantah Prabowo. Ia menyebut bahwa ia hanyalah kambing hitam dari semua tragedi tersebut. “Saya tidak pernah didakwa atas apa-apa. Itu hanya sindiran dan tuduhan semata. Banyak yang menganggap saya ancaman bagi demokrasi. Saya percaya pada demokrasi dan hak asasi,” kata Prabowo dalam bahasa Inggris.
ANINGTIAS JATMIKA | NEW YORK TIMES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar