Jumat, 22 Mei 2015 | 19:30 WIB
Kompas/Angger Putranto
Penjual kopi, Sarniti, dipeluk kuasa hukumnya, Nurul Hidayah, dalam sidang putusan dugaan pencurian tatakan gelas yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung, Kamis (21/5). Sarniti dinyatakan bersalah atas tindakan penghinaan ringan, tetapi tidak terbukti melakukan pencurian tatakan gelas. Hakim memvonis dia dengan denda Rp 2.000 dan pidana penjara 7 hari dengan masa percobaan 15 hari.
KOMPAS - Mata hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, Sutadji, memerah. Air mata nyaris menetes dari kelopak matanya. Beruntung hakim berkumis tebal itu mampu menahan rasa harunya saat membacakan vonis kasus dugaan pencurian ringan dan penghinaan ringan antara dua penjual kopi.
"Hakim berkeyakinan, pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa adalah adil dan setimpal. Perkara yang saat ini disidangkan hanya karena jualan kopi. Apakah kasus ini mau digantung? Mau dipenjara? Saya berharap kedua ibu ini bisa kembali jualan kopi bersama-sama. Kalau pelapor tidak puas silakan mengambil langkah hukum. Kalau terdakwa pasti senang," ujar Sutadji.
Hal itu disampaikan setelah Sutaji memvonis Sarniti (47) dengan denda Rp 2.000 dan hukuman 7 hari penjara dengan masa percobaan 15 hari. Artinya, Sarniti tidak harus menjalani kurungan jika dalam 15 hari tidak mengulangi perbuatannya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Rabu (21/5), hakim menilai Sarniti bersalah karena melakukan penghinaan kepada Marlis Tanjung (50). Pada saat yang sama, hakim tidak menemukan bukti kuat terkait pencurian tatakan gelas kopi. "Terdakwa hanya salah mengambil tatakan gelas secara tidak sengaja. Ia juga telah meminta maaf dan mengembalikan tatakan yang ia ambil," kata Sutadji.
Bagi Sutadji, kasus ini merupakan kasus paling sederhana pertama yang pernah ia tangani. Kendati demikian, kasus ini penting dan harus diselesaikan dengan penuh keadilan. Mantan hakim Pengadilan Negeri Jepara itu berujar, walau sebagian orang menganggap hal ini sederhana, bagi kedua penjual kopi, hal ini sangat penting.
Kasus bermula ketika kedua pedagang kopi di Pasar Pasir Gintung, Marlis dan Sarniti, berselisih paham. Cekcok keduanya disebabkan persoalan tatakan gelas yang digunakan sebagai alas gelas untuk minum kopi.
Letak warung keduanya sangat dekat, hanya berjarak kurang dari 10 meter. Warung milik Sarniti berada di kanan jalan, berseberangan dengan warung Marlis. Agustus 2014, Marlis menuding Sarniti mengambil sebuah tatakan gelas miliknya. Marlis mengetahui hal itu dari tanda cat biru di tatakan gelas yang ia temukan di lapak milik Sarniti. Namun, Sarniti berdalih ia tidak sengaja dan salah mengambil.
Adu mulut tersebut berujung pada tindakan penganiayaan yang dilakukan Marlis. Marlis yang terbakar emosi sempat mendorong kepala dan menarik jilbab Sarniti. Marlis juga melempar satu sisir pisang ke gerobak Sarniti sehingga kaca gerobak pecah.
Saling lapor
Tak terima dengan tindakan Marlis, Sarniti lantas melaporkan Marlis ke polisi dengan tuduhan perusakan dan penganiayaan. Marlis pun melaporkan Sarniti ke polisi dengan tuduhan pencurian dan penghinaan.
Namun, karena laporan Sarniti lebih dahulu diterima, pengaduan Marlis ditunda. Laporan Sarniti yang diproses lebih awal berujung pada vonis 1 bulan penjara potong masa tahanan bagi Marlis. Februari 2015, Marlis harus mendekam di penjara selama 1 minggu dan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Seusai menjalani hukuman, Marlis kembali mengadukan kasusnya. Marlis masih tidak terima dirinya dipenjara karena pengaduan Sarniti. "Saya hanya ingin dia (Sarniti) merasakan apa yang saya rasakan. Dia juga bersalah. Saya berharap dia mendapat hukuman sesuai dengan pasal yang dikenakan. Dia jelas-jelas menghina saya dan mencuri tatakan gelas saya," tutur Marlis ketika ditemui beberapa hari menjelang sidang putusan.
Kasus dugaan pencurian tatakan gelas ini sempat mendapat perhatian publik di Bandar Lampung. Banyak pihak menyayangkan kasus sepele karena salah ambil tatakan gelas harus berakhir di meja hijau.
Wali Kota Bandar Lampung Herman HN pun mengupayakan jalur damai bagi kedua belah pihak. Sedikitnya sudah ada delapan upaya perundingan damai, tetapi semuanya berakhir buntu.
"Sejak semula saya sudah mau berdamai, tetapi dia tidak pernah hadir saat perjanjian damai hingga akhirnya saya dipenjara. Kalau sekarang diminta berdamai, saya mau, kok. Tetapi, proses hukum tetap harus berjalan. Ini demi keadilan," kata Marlis bersikukuh.
Dengan bergulirnya kasus ini, kedua belah pihak justru mengalami kerugian. Penyebabnya, rutinitas berdagang mereka terganggu. Beberapa kali keduanya harus menutup warung kopi karena menjalani serangkaian proses pengadilan.
Keuntungan Marlis dan Sarniti yang mencapai Rp 200.000 sehari kerap hilang karena mereka tak berjualan. Keduanya pun merasa lelah mengikuti kasus ini.
"Sebenarnya rugi mengikuti kasus ini. Saya sudah tidak berjualan, eh, justru habis banyak biaya untuk ongkos ke kantor polisi dan ke pengadilan. Waktu saya berjualan juga terbuang karena harus berdiskusi dengan penasihat hukum," kata Sarniti ketika ditemui sehari sebelum sidang.
Kendati merasa dirugikan, Sarniti tetap tegar menghadapi proses persidangan yang memaksa ia duduk sebagai terdakwa. Ia justru berharap sidang segera digelar sehingga kasusnya cepat selesai.
Walau berada di posisi terlapor, Sarniti yakin ia tidak akan mendapat hukuman. Keyakinan itu hampir benar. Kendati tidak harus merasakan dinginnya lantai penjara, hakim tetap memvonis Sarniti bersalah.
Ketiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan kemarin dengan meyakinkan menyebut Sarniti sempat mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, kesaksian saksi yang menyebut Sarniti dengan sengaja mencuri tatakan gelas tak terbukti.
Seusai hakim mengetuk palu tanda ditutupnya sidang, Sarniti langsung bersujud syukur di depan hakim. Tangisnya tak terbendung. Sesaat kemudian, ia menghampiri kuasa hukumnya, Nurul Hidayah. Pelukan erat dihadiahkan kepada perempuan yang membantunya menjalani persidangan.
Setelah kasus ini, Sarniti berencana kembali berjualan di tempat yang sama. Kepada Marlis, kawannya yang sempat berseteru dengannya, Sarniti berharap dapat merajut kembali persahabatan yang terjalin sebelum pertikaian.
"Saya berharap masih bisa berteman dan bertetangga dengan baik seperti dulu. Saya sama sekali tidak punya niat jahat atau dendam. Walaupun seperti ini, saya tetap mau berteman dengan dia," ujarnya lega.
Di pihak lain, Marlis tampak tidak puas dengan keputusan hakim. Di luar gedung pengadilan, Marlis histeris menyampaikan kekesalannya. Ia bahkan jatuh pingsan sehingga dibawa pulang ke rumahnya.
Entah langkah apa yang akan dilakukan Marlis setelah ini. Ia menyatakan akan mengajukan banding jika Sarniti tidak mendapat hukuman seperti yang ia harapkan.
Banyak pihak berharap kasus ini tidak diperpanjang. Serupa dengan semangat hakim Sutadji, semoga keduanya bisa berdamai dan berdagang kopi bersama lagi.
sumber:
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar