Ini Isi Lengkap Sindiran Akbar Faizal Soal Lulusan Harvard Masuk Istana

 

Indah Mutiara Kami – detikNews

Jakarta - Pesan dari politikus NasDem Akbar Faizal ke Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho bocor ke masyarakat. Akbar sendiri sudah mengakui bahwa ia menulis pesan tersebut.
"Itu percakapan dalam grup, jadi tidak perlu ditanggapi. Intinya itu percakapan dalam grup. Misal ada yang membocorkan itu bukan dari saya. Kemudian orang-orang tidak mengetahui apa konteks yang sedang dibicarakan," ungkap Akbar saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (5/4/2015) pukul 19.30 WIB.
Bocoran pesan tersebut pertama kali dicuitkan oleh netizen melalui akun Twitter @yani_bertiana. Belum diketahui siapa sosok pemilik akun ini.
"Selamat berlibur, teman-teman semua......... Ini ada bocoran SMS dari Akbar Faizal kepada Yanuar Nugroho, Deputi Kepala Staf Kepresidenan," tulis akun itu tadi siang. Ada sekitar 40 cuitan terkait pesan dari Akbar Faizal ini.
Dalam pesan tersebut, Akbar menyindir Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan yang mendeklarasikan masuknya sejumlah lulusan Harvard ke kantornya. Pria yang saat ini merupakan anggota DPR dari Komisi III lalu menjabarkan jasa serta asal orang-orang yang ada di tim pemenangan Jokowi.
Akbar memang pernah menjabat sebagai Deputi Kantor Transisi Jokowi-JK yang turut pula merancang arsitektur kabinet. Tetapi Akbar kemudian tak masuk ke dalam ring-1 Istana.
http://us.images.detik.com/content/2015/04/05/10/231834_215048_akbarfaizaltwitter.jpegBerikut adalah isi lengkap pesan dari Akbar Faizal ke Yanuar Nugroho yang bocor ke masyarakat, seperti dikutip dari akun @yani_bertiana:
Next

Yth. Pak Yanuar Nugroho, saya Akbar Faizal alumni IKIP Ujung Pandang jurusan Sastra (S1) dan Komunikasi Politik (S2) UI, sekarang anggota DPR RI. Saya ucapkan selamat atas jabatan mentereng sebagai deputinya Jenderal Luhut. Pak Luhut dulu bagian dari tim kampanye Jokowi-JK dan juga Tim Transisi. Ada beberapa peran Pak Luhut yang cukup layak untuk dicatat dalam pemenangan Jokowi meski menurutku tidak sebesar peran Megawati yang memerintahkan PDIP hingga ke akar rumput untuk memenangkan Jokowi. Sesungguhnya Jokowi tak akan jadi Presiden jika PDIP atau Mega tidak merekomendasikan Jokowi. Hal yang sama juga terjadi pada Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto dan belakangan Sutiyoso. Selanjutnya bergabung berbagai relawan seperti Projo, Bara JP, Seknas, dan lain-lain. Tak boleh dilupakan sayap-sayap partai pengusung seperti PIR dari Nasdem dalam komando Martin Manurung dan Relawan Cik Ditiro dalam komando kawan-kawab PDIP. Pasukan PKB terutama Marwan Jafar berjibaku dengan kami di Timkamnas dalam komando Cahyo Kumolo dan Andi Wijayanto berkeliling Indonesia meneriakkan "Pilih Jokowi karena bla...bla...bla..."
Tak ada anak Harvard di tim pemenangan kami, yang agak jauh kuliahnya itu paling Eva K. Sundari yang pernah sekolah di Inggris entah di mana. Saya tak terlalu paham pula apakah di Inggris sana dia menemukan suaminya yang orang Timor Leste dan membuatnya dimaki setiap hari oleh tim Prabowo sebagai Katholik sejati atau pengkhianat bangsa dan seterusnya. Rieke Pitaloka setahu saya kuliah di UI namun berkeliling dari kampung ke kampung sepanjang Jawa untuk meyakinkan ibu-ibu untuk memilih Jokowi dan berakibat dia disumpahi sebagai keturunan PKI di semua medsos. Ada pula yang bernama Teten Masduki yang setahu saya hanya alumni IKIP Bandung namun fokus ke Jawa Barat dan meyakinkan semua seniman-seniman bermartabat untuk mendukung Jokowi seperti Slank atau Iwan fals atau Bimbo. Jika Anda tahu tentang "Konser 2 Jari" yang menjadi pamungkas kampanye dan membalikkan persepsi publik tentang besarnya dukungan massa terhadap Jokowi dan Prabowo di masa-masa krusial saat itu, itu adalah kerjaan Teten.
Pak Luhut sendiri setahu saya (dan sesungguhnya saya sangat tahu masalahnya) banyak menghabiskan waktu di kantor pemenangan yang dibentuknya di Bravo 5 Menteng dan berdiskusi or menelepon banyak orang yang saya dengar sebagai "orang LBP" entah di mana saja. Beberapa kali saya rapat dengan tim mereka di mana hadir para pensiunan Jendral yang --mohon maaf-- masih merasa sebagai komandan pasukan dengan berbagai kewenangan. Juga proposal beliau tentang sistem IT beliau yang cukup memarkir mobil di depan KPU dan seluruh data-data bisa tersedot. Kami di Jl. Subang 3A --itu markas utama pemenangan Jokowi Mas-- terkagum-kagum membayangkan kehebatan teknologi Pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi tentang proses kerja penyedotan data tadi. Saya yang pernah menjadi wartawan senyum-senyum saja sebab sedikit paham soal IT. Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dan yang dibutuhkan untuk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi. Dalam hal massa, tercatat 2 kali LBP mengumpulkan masyarakat Batak di Medan dan Jakarta untuk mendukung Jokowi-JK.
Mas Yanuar, saya merasa perlu menulis seperti ini sebab saya merasa kantor Anda terlalu jauh mendeskripsikan diri akan tugas dan kualifikasi staf sebuah kantor Kastaf Presiden. Sebenarnya saya tak perlu terlalu menanggapi soal Harvard ini. Saya juga pernah ke sana tapi sebagai turis. Otak saya memang tak akan mampu kuliah di sana. Lha wong saya orang desa. Bahasa Bugis saya juga jauh lebih lancar dari Bahasa Inggris saya. Namun soal Harvard ini membuat saya merasa "koq kalian menghina bangsamu sendiri? Merendahkan kualitas pendidikan bangsamu yang kabarnya akan kau katrol kualitasnya dengan cara memasukkan orang Harvard atau entah dari mana lagi di luar negeri sana? Mengapa kalian semakin jauh dari 'kesepakatan awal kita di tim dulu untuk menghormati bangsamu sendiri?' Mengapa kalian makin kurang ajar saja? Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda Mas bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya. Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam-macam. Misalnya, akh karena AF kecewa tidak jadi menteri dan lain-lain. Dan masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan. Termasuk surat presiden ke DPR tentang Budi Gunawan yang disusul kontroversi-kontroversi lainnya. Ke mana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga. Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal Tol karena setiap hari melalui macet, persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang sebagai Gubernur DKI-- dari rumahnya di Buaran sana.
Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi-JK, saya ingin kalian di istana fokus pada tugas yang lebih membumi. Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sansak oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kenaikan tunjangan mobil pejabat, misalnya, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atau parpol pendukung. Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian ring 1 Presiden kini sukses melakukan deparpolisasi) dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan Presiden/pemerintah. Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard.
Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mereka (masih) mengenal saya sekarang.
Tapi saya nggak memikirkannya. Saya hanya minta kalian di sana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana. Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini. Tapi saya harus lakukan sebab menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya. Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat-kalimat keras untuk memahami apa yang kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh.
Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke presiden. Jangan racuni pikiran presiden yang polos dengan permainan yang dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah-langkah tim Prahara. Terkhusus dengan Pak JK, saya minta kalian berikan rasa hormat. Tanggal 9 Juli lalu, 63% penduduk Indonesia memilih Jokowi-JK dan bukan Jendral Luhut Binsar Pandjaitan apalagi Anda-anda yang bergabung belakangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar