Rabu, 4 Maret 2015 | 14:00 WIB
Andri Donnal Putera
Sejumlah anggaran untuk pengadaan alat Book Sanitizer di RAPBD DKI Jakarta tahun anggaran 2015 versi DPRD DKI. Total pengadaan yang diperuntukkan di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat ini mencapai Rp 7 miliar lebih.
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggaran sebesar Rp 12,1 triliun yang diduga akan dikorupsi menyelip dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2015. Gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama menduga, anggaran tersebut berasal dari proyek-proyek titipan DPRD DKI.
Tak mau dituduh, jajaran pimpinan DPRD DKI mengaku tidak tahu-menahu seputar adanya anggaran yang kemudian diistilahkan sebagai anggaran siluman itu. Mereka juga menyatakan bahwa pihak yang berwenang menyusun anggaran adalah lembaga eksekutif, dalam hal ini para pejabat Pemerintah Provinsi DKI yang notabene anak buah Ahok.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, menduga, ada permainan antara pejabat dinas dan anggota di balik temuan anggaran tersebut.
"Saya hanya menggambarkan kemungkinan permainan antara komisi dan dinas terkait. Ada program-program yang disusun oleh dinas terkait, tetapi titipan dari DPRD," kata Salang kepada Kompas.com, Rabu (4/3/2015).
Salang menduga, permainan antara pejabat dinas dan anggota DPRD terkait anggaran dilakukan saat pembahasan mengenai proyek-proyek yang akan diusulkan. Dalam situasi tersebut, kata dia, anggota DPRD memang berhak mengusulkan pengadaan proyek.
Untuk memuluskan proyeknya, kata Salang, para anggota DPRD DKI bisa saja mengancam pejabat dinas. Ancaman yang dilontarkan adalah ancaman untuk memotong anggaran proyek yang diajukan oleh dinas yang bersangkutan.
"(Titipan) bisa sebelum penyusunan anggaran oleh dinas terkait, bisa juga saat pembahasan. Dewan menitipkan. (Lalu) bila tidak disetujui, anggaran dari dinas terkait akan dipotong. Misalnya ada suatu dinas yang awalnya mengajukan penggunaan anggaran Rp 25 triliun, dipotong hanya Rp 5 triliun-Rp 10 triliun. Sering kali yang terjadi begitu," ujar dia.
Menurut Salang, kasus korupsi melalui proyek yang diselipkan pada rancangan APBD tergolong kasus yang sulit diendus. Sebab, apabila lembaga eksekutif dan lembaga legislatifnya sama-sama kompak untuk melakukan penggelembungan anggaran, maka dapat dipastikan bahwa hal itu tidak akan diketahui oleh orang banyak.
"Kalau disetujui, semuanya berjalan lancar. Tidak ada masyarakat yang tahu karena semua dibahas sesuai prosedur secara bersama-sama, (seolah) tidak ada aturan yang dilanggar," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar