Kenapa Fahri Hamzah dipecat : Ini "Dosa" nya

Senin, 4 April 2016 | 14:36 WIB

http://assets.kompas.com/data/photo/2014/11/26/170820403-foto29780x390.JPG

 

 

JAKARTA, KOMPAS.com — DPP Partai Keadilan Sejahtera menerbitkan Surat Keputusan Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tertanggal 1 April 2016, terkait pemecatan Fahri Hamzah.

Surat tersebut dikeluarkan untuk menindaklanjuti putusan Majelis Tahkim atau mahkamah partai tersebut pada 11 Maret 2016.

Dalam penjelasannya, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, Fahri Hamzah sebelumnya telah dipanggil Dewan Pimpinan Tingkat Pusat PKS pada 1 September 2015. (Baca: Fahri Hamzah: Dosa Saya Apa?)

Selain dirinya dan Fahri, pertemuan itu juga diikuti pimpinan Majelis Syuro PKS.

 

KOST button

Dalam pertemuan, Ketua Majelis Syuro menyampaikan arahan kepada Fahri agar ia menjaga kedisiplinan dan kesantunan dalam setiap kali menyampaikan pendapat ke publik.

Hal itu diingatkan untuk menghindari munculnya kontroversi dan stigma negatif publik terhadap partai.

"Terlebih lagi, posisi FH sebagai Wakil Ketua DPR RI akan selalu menjadi perhatian publik dan diasosiasikan oleh sebagian pihak sebagai sikap dan kebijakan PKS," kata Sohibul dalam penjelasannya yang dikutip dari laman www.pks.or.id, Senin (4/4/2016).

Arahan itu diberikan menyusul adanya sejumlah pernyataan Fahri yang dianggap kontroversial oleh DPP PKS, di antaranya menyebut anggota DPR "rada-rada beloon" yang berujung pada dijatuhkannya sanksi ringan kepada Fahri oleh MKD. (Baca: Sebut Anggota DPR "Rada-rada Beloon", Fahri Hamzah Ditegur MKD)

Kemudian, Fahri mengatasnamakan DPR dan menyatakan sepakat untuk membubarkan KPK, serta pasang badan untuk tujuh megaproyek DPR yang bukan merupakan arahan DPP. (Baca: Burhanuddin: Fahri "Blunder" jika Ingin Bubarkan KPK)

"Presiden PKS juga menyampaikan pendapatnya, yang pada intinya bahwa FH sebagai pimpinan DPR RI daripada mengangkat gagasan 7 proyek DPR RI yang berbiaya mahal lebih baik melakukan terobosan-terobosan substantif berupa transformasi struktural melalui perbaikan dan pengusulan beragam rancangan undang-undang di DPR RI," kata Sohibul.

"Ini juga sekaligus akan mengangkat reputasi DPR RI dan secara khusus Koalisi Merah Putih (KMP) sebab posisi KMP di DPR RI adalah mayoritas," tambah Sohibul.

Menurut dia, saat itu Fahri menerima nasihat dan masukan-masukan yang diberikan dalam pertemuan tersebut. Selain itu, Fahri disebut setuju beradaptasi dengan arahan yang diberikan.

Namun, tujuh pekan berselang, pimpinan PKS menilai, tidak ada perubahan pola komunikasi politik yang dilakukan Fahri. (Baca: Begini Panasnya Adu Mulut Fahri Hamzah dengan Penyidik KPK...)

Bahkan, kata dia, timbul kesan adanya silang pendapat antara Fahri selaku Wakil Ketua DPR dan pimpinan PKS lainnya. (Baca: Fahri: Tifatul Jangan Suka Gunakan Terminologi Feodal)

Silang pendapat itu di antaranya terkait wacana kenaikan gaji dan tunjangan anggota dan pimpinan DPR, serta revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"FH menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya. Padahal, di saat yang sama, WKMS (Wakil Ketua Majelis Syuro) dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK," kata Sohibul.

"Silang pendapat yang terbuka antara FH dan pimpinan partai ini tentunya mengundang banyak pertanyaan di publik dan juga dari internal kader PKS," ujarnya.

Fahri Hamzah dipecat dari semua jenjang jabatan di kepartaian. Keputusan itu diambil Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 lalu berdasarkan rekomendasi dari Badan Penegakan Disiplin Organisasi (BPDO) PKS. (Baca: Dipecat, Fahri Hamzah Sebut PKS Melakukan Persidangan Ilegal dan Fiktif)

Fahri menekankan, hingga saat ini, dirinya tetap menjabat sebagai pimpinan dan anggota DPR RI, meski sudah dipecat dari PKS.

Sebab, Fahri mengaku masih akan melakukan upaya hukum sehingga pemecatannya belum bisa dieksekusi. (Baca: Dipecat PKS, Fahri Hamzah Melawan lewat Jalur Hukum)

"Ketika proses hukum berjalan, maka status quo, putusan partai tidak bisa langsung dieksekusi," kata Fahri dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2016).

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar